Negarawan Politisi Dan Oportunis

Disini kita bisa melihat siapakah yang negarawan , politisi dan oportunis. Para paslon yang sudah menyelesaikan pertandingan akan kelihatan setelah selesai.

Pada tahun 2019, saya pendukung Prabowo. Saya kemudian kecewa ketika Prabowo mengakui kemenangan Jokowi. Waktu itu saya masih menganggap bahwa Jokowi curang dan lain sebagainya. Namun setelah saya menyadari, bahwa politik adalah perebutan kekuasaan. Dalam politik hal curang asalkan dalam hukum positif menang dan dibenarkan atau bisa dikelabui maka dialah pemenangnya. Dan Jokowi berhasil melakukan itu semua dengan mulus. Politik adalah pertarungan perebutan kekuasaan, siapa yang lihai maka dialah pemenangnya terlepas tuduhan curang atau tidak.

Prabowo mengakui keunggulan Jokowi, dia mengajukan gugatan ke MK dan kalah, namun akhirnya Jokowi merangkul Prabowo. Dan yang terjadi, kombinasi Jokowi dan Prabowo adalah sebuah kekuatan besar yang sampai saat ini terus berlanjut.

Disini saya melihat dari kacamata dan sudut pandang yang berbeda dari pendukung Prabowo yang kecewa di tahun 2019. Saya melihat sisi kenegarawanan Prabowo. Dia mau mengakui keunggulan Jokowi dan mau bergabung denganya sebagai menhan adalah sikap yang orang lain mungkin tak akan mampu. Prabowo bahkan dibuli oleh pendukungnya sendiri termasuk saya ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan Jokowi. Namun dalam berbagai wawancara dia selalu berbicara apa yang dia lakukan adalah untuk Indonesia bukan untuk dirinya sendiri.

Sekarang, paslon 01 dan 02 kalah telak dalam kontestasi pilpres kali ini. Terlepas curang atau tidak, yang saya perhatikan pilplres kali ini lebih baik dan lebih bersih daripada tahun 2019. Namun pendukung 01 dan 03 selalu menggunakan alasan curang untuk menolak hasil pemilu. Dan parahnya lagi, paslon 01 dan 03 terus mendengungkan kata curang sehingga masa di bawah semakin brutal dalam mengomentari paslon dan pendukung 02.

Sebenarnya kalau paslon 01 dan 03 mau jujur mereka telah kalah dalam piplress. Bukti C1 ada disetiap saksi dan hasil real count juga sama dengan quick count. Entah apa dalam benak mereka sehingga tak mau mengakui keunggulan 02. Jika mereka seorang negarawan, mereka akan segera move on dan siap bertanding 5 tahun lagi. Mereka juga harus belajar dari kekalahan saat ini. Jika perlu mereka meniru gaya "curang" yang selalu mereka tuduhkan untuk menang. Ingat politik adalah perebutan kekuasaan. Siapa yang cerdik dan lihai dia yang menang.

Menunjukan diri sebagai negarawan untuk segera membangun bangsa lebih baik daripada teriak curang-curang apalagi meminta pemilu di ulang. Toh kita lihat kepemimpinan Jokowi sangat baik saat dia menjabat walau dituduh curang. Jika tidak suka dengan kepemimpinan 02 sebaiknya 01 dan 03 menjadi oposisi tulen sebagai pengontrol kekuasaan dari pada teriak curang dan curang. Oposisi adalah sikap kenegarawanan yang mau mengakui kekalahan dan akan berkontestasi lima tahun lagi.



0
0
0.000

4 comments

yang seru itu ribut masalah sirekap, yang cuman digunakan sebagai data pembanding, bukan sebagai hasil resmi. padahal mah kalau mau bener-benar mengawal ya ikuti pleno berjenjangnya, ntar juga kelihatan hasilnya bagaimana.
katanya orang-orang intelek, tapi malah ributin hal yang cuman jadi pembanding. wkwkw. kasihan yang jadi anggota KPPS, dah semalam suntuk kerja, malah di bilang curang.

0
0
0.000

Iya yang mengaku cerdas tapi menolak data berbasis ilmu statsitik... pasti mereka tahu apa itu ilmu statistik yang menghasilkan data valid dengan minimum of error yang kecil... pengetahuan ternyata kalah sama ego.

0
0
0.000